ISLAM SEBAGAI PANDANGAN HIDUP (WORLDVIEW)
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاء
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit” (QS.Ibrahim, 14:24).
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”(QS.Ibrahim, 14:25).
وَمَثلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."(QS.Ibrahim, 14:26)
يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
وَيُضِلُّ اللّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللّهُ مَا يَشَاء
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki."(QS.Ibrahim, 14:27).
"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki."(QS.Ibrahim, 14:27).
Sejak Prof. Dr. Naquib Al-Attas mencanangkan program mulia “Megaproyek Peradaban Islam” melalui pengembangan Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer dengan mendirikan Universitas Islam Internasional di Malaysia, maka konsep kunci kata “worldview” (pandangan hidup/alam) menjadi sangat popular karena telah menjadi konsep utama dalam cara memandang, mendefinisikan, membandingkan ataupun mengkritisi berbagai macam “worldview” Barat dengan worldview Islam. Bahkan khusus sebagai “introduction” yang ilmiah dalam buku terkenalnya “Prolegomena to the metaphysic of Islam”, Prof Al-Attas menguraikan panjang lebar secara filosofi dan metafisik pentingnya umat Islam mengembangkan “worldview” Islam secara benar dan proporsional refleksi dari visi tentang realitas dan kebenaran dalam kehidupan seseorang (Lihat Pdf. terlampir untuk memahami lebih detail konsep worldview menurut Prof. Dr.Naquib Al-Attas)
Cendekiawan Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Phd. satu-satunya di Indonesia yang pakar tentang pemikiran Islam Imam Al-Ghazali, salah satu murid terbaik Prof.Al-Attas, ketika berkunjung dan diskusi dengan jamaah IATMI KL dibulan Juli 2010, secara teknis memberikan gambaran menarik yang sederhana bahwa jika umat Islam ingin membangun kejayaan peradaban Islam dimasa mendatang, maka kedua kakinya haruslah secara kokoh masuk dalam worldview Barat disatu kakinya dan masuk ke woldview Islam dikaki lainnya. Bahkan beliau juga mengatakan bahwa ketika umat Islam menghadapi tantangan pemikiran modern atau post modern (berasal dari worldview barat) dewasa ini, dalam rangka membangun peradaban agung dimasa depan, maka langkah pertama yang harus umat lakukan adalah merumuskan dan memantapkan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan agama Islam. Ketika umat Islam memahami agama Islam hanya sekedar aspek ubudiyah ibadah semata, maka jangan harap umat Islam akan mampu membangun ilmu pengetahuan dan peradaban Islam yang cemerlang dimasa depan. Namun jika umat Islam memahami Islam sebagai agama ilmu atau agama yang memuliakan ilmu pengetahuan dan cendekiawan atau ulama, maka Insya Allah agama Islam akan dapat dikembangkan sebagai fondasi potensial membangun peradaban Islam yang agung bersumber dari worldview Islam yang kaffah.
Gambaran kokohnya worldview Islam dalam kehidupan dunia sampai akherat adalah ibarat pohon yang baik dan benar/haq (“kalimatan Thayibah”) yang akarnya teguh dan cabangnya menjulang kelangit yang memberikan buahnya disetiap musim atas izin Allah SWT., sebaliknya rapuhnya worldview Barat, worldview diluar Islam yang bersifat bathil dan bermuatan materialistik-sekularistik-liberalistik adalah ibarat pohon yang buruk (“kalimatan khabisatun”)yang akarnya mudah tercabut dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun” (Lihat dalam QS.Ibrahim, 14 : 24 – 27). Pentingnya ”Pandangan Hidup Islam” (Worlview of Islam)adalah karena arti, tujuan, dan nilai hidup sangat ditentukan oleh pandangan hidup masing-masing manusia. Lalu apa itu pandangan hidup? Paling tidak definisi utuhnya dari pandangan hidup Islam menurut DR.Fahmy Hamid Zarkasyi adalah:”Aqidah fikriyyah atau kepercayaan yang berdasarkaut rangkuman pada akal, yang asasnya adalah keesaan Tuhan (tawhid/shahadah), yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim dan berpengaruh terhadap pandangannya tentang keseluruhan aspek kehidupan terutamanya tentang realitas dan kebenaran”
Cara pandang atau visi manusia
tentang apa yang terdapat dalam alam semesta pada umumnya dipengaruhi oleh faktor yang dominan dalam kehidupannya. Faktor itu boleh jadi bersumber dari kebudayaan, agama, kepercayaan, tata nilai masyarakat atau lainnya. Masing-masing sumber yang mempengaruhi faktor dominan itupun berbeda-beda spektrumnya. Ada yang hanya terbatas pada doktrin agama, ada yang terbatas pada ideology sekuler, ada yang hanya mencakup realitas fisik, ada yang hanya non-fisik dan ada pula yang mencakup keduanya. Faktor yang mencakup ideologi dalam bahasa Inggris disebut worldview atau pandangan dunia.Sedangkan istilah khusus yang mencakup ideology, agama, kepercayaan atau kedua realitas fisik dan non-fisik sekaligus tidak terdapat dalam kosa-kata bahasa Inggris, dan karena itu istilah worldview, terpaksa dipakai untuk makna itu. Pandangan hidup dalam pengertian ini diartikan sebagai motor bagi kelangsungan dan perubahan sosial dan moral; [1] Dalam pengertian lain worldview adalah “the foundation of all human conduct, including scientific and technological activities. Every human activity is ultimately traceable to its worldview, and as such it is reducible to that worldview”.[2] Jadi worldview adalah faktor dominan dalam diri manusia yang menjadi penggerak dan landasan bagi aktifitas seluruh kegiatan kehidupan manusia.
Istilah wordlview memang bukan berasal dari dalam tradisi pemikiran Islam. Namun tidak berarti bahwa Islam tidak memiliki worldview, sebab setiap agama, kebudayaan dan peradaban pasti mempunyai wordlview sendiri-sendiri. Worldview Islam berbeda dari worldview agama atau kebudayaan lain.Apa yang membedakan pandangan hidup suatu kebudayaan atau agama adalah dalam cara menafsirkan apa makna kebenaran (truth) dan realitas (reality). Apa yang dianggap benar dan riel oleh suatu kebudayaan tidak selalu begitu bagi kebudayaan lain. Dalam menentukan sesuatu itu benar dan riel setiap kebudayaan dipengaruhi oleh sistim metafisika masing-masing yang terbentuk oleh worldview.[3]. Dalam kajian ini akan dibahas konsep pandangan hidup Islam,ciri- cirinya dan relevansinya dalam pemikiran dan peradaban Islam.
Untuk memahami hakekat pandangan hidup Islam diperlukan suatu kajian tentang hakekat, proses kelahirannya, dan kaitannya dengan sejarah pemikiran dalam Islam. Konsep Prof. al-Attas tentang elemen dasar pandangan hidup Islam dan teori Professor Alparslan tentang proses kelahiran pandangan hidup Islam akan menjadi rujukan utama. Dalam studi keagamaan modern (modern study of religion) istilah worldview secara umum merujuk kepada agama dan ideologi, termasuk ideologi sekuler, [4] tapi dalam Islam worldview mencakup makna realitas yang lebih luas.
Oleh karena itu definisi pandangan hidup Islam menurut Prof. al-Attas adalah visi tentang realitas dan kebenaran, “the vision of reality and truth”, yang terbaca oleh mata hati kita dan yang menerangkan tentang hakekat wujud yang sesungguhnya; sebab totalitas dunia wujud (world of existence) itulah yang diproyeksikan Islam; Oleh sebab itu istilah worldview ini diterjemahkan oleh Prof. al-Attas kedalam terminologi Islam (bahasa Arab) sebagai ruyat al-Islam li al-wujud yang berarti pandangan Islam terhadap hakikat dan kebenaran tentang alam semesta.[5] Pandangan hidup Islam, menurut Prof. Al-Attas bukan sekedar pandangan akal manusia terhadap dunia fisik atau keterlibatan manusia didalamnya dari segi historis, sosial, politik dan cultural, tapi mencakup aspek al-dunyÉ dan al-Ékhirah, dimana aspek al-dunyÉ harus terkait secara erat dan mendalam dengan aspek akherat, sedangkan aspek akherat harus diletakkan sebagai aspek finalnya [6].
Lebih teknis lagi Prof. Alparslan menjelaskan bahwa worldview Islam adalah visi tentang realitas dan kebenaran, berupa kesatuan pemikiran yang arsitektonik, yang berperan sebagai asas yang tidak nampak (non-observable) bagi semua perilaku manusia, termasuk aktifitas ilmiah dan teknologi.[7] Al-Maududi menyebut worldview ini dengan Islam vision, sedangkan Sayyid Qutb menamakannya al-Tasawwur Al-Islam
Pengertian diatas sekedar untuk menunjukkan adanya perbedaan antara hakekat pandangan hidup Islam dan pandangan hidup lain, meskipun proses kelahirannya dalam pikiran masing-masing individu lebih kurang sama. Sebelum memahami lebih jauh pandangan hidup Islam, kelahirannya, dan perannya dalam melahirkan ilmu-ilmu dalam Islam, perlu dipaparkan terlebih dahulu karakteristik pandangan hidup Islam dan perbedaannya dengan pandangan hidup lain.
Prof. Al-Attas dalam hal ini telah meringkas beberapa elemen penting yang menjadi karakter utama pandangan hidup Islam. Elemen penting pandangan hidup Islam itu digambarkan dalam poin-poin berikut ini:
Pertama: Dalam pandangan hidup Islam realitas dan kebenaran dimaknai berdasarkan kepada kajian metafisika terhadap dunia yang nampak (visible world/alam shahadah) dan yang tidak nampak (invisible world/alam ghaib).
Sedangkan pandangan Barat terhadap realitas dan kebenaran, terbentuk berdasarkan akumulasi pandangan terhadap kehidupan kultural, tata nilai dan berbagai fenomena sosial. Meskipun pandangan ini tersusun secara coherence, tapi sejatinya bersifat artificial. [9] Pandangan ini juga terbentuk secara gradual melalui spekulasi filosofis dan penemuan ilmiah yang terbuka untuk perubahan. Spekulasi yang terus berubah itu nampak dalam dialektika yang bermula dari thesis kepada anti-thesis dan kemudian synthesis. Juga dalam konsep tentang dunia, mula- mula bersifat “god-centered”, kemudian “god-world centered”, berubah lagi menjadi “world-centered”. Perubahan-perubahan ini tidak lain dari adanya pandangan hidup yang berdasarkan pada spekulasi yang terus berubah karena perubahan kondisi sosial, tata nilai, agama dan tradisi intelektual Barat.
Kedua: Pandangan hidup Islam bercirikan pada metode berfikir yang tawhÊdi (integral). Artinya dalam memahami realitas dan kebenaran, pandangan hidup Islam menggunakan metode yang tidak dichotomis, yang membedakan antara obyektif dan subyektif, historis-normatif, tekstual-kontektual dsb. Sebab dalam Islam, jiwa manusia itu bersifat kreatif dan dengan persepsi, imaginasi dan intelgensinya ia berpartisipasi dalam membentuk dan menerjemahkan dunia indera dan pengalaman indrawi, dan dunia imaginasi.
Karena worldview yang seperti itulah maka tradisi intelektual di Barat diwarnai oleh munculnya berbagai sistim pemikiran yang berdasarkan pada materialisme dan idealisme yang didukung oleh pendekatan metodologis seperti empirisisme, rasionalisme, realisme, nominalisme, pragmatisme dan lain-lain. Akibatnya, di Barat dua kutub metode pencarian kebenaran tidak pernah bertemu dan terjadilah cul de sac.
Ketiga: Pandagan hidup Islam bersumberkan kepada wahyu yang diperkuat oleh agama (din) dan didukung oleh prinsip akal dan intuisi. Karena itu pandangan hidup Islam telah sempurna sejak awal dan tidak memerlukan kajian ulang atau tinjauan kesejarahan untuk menentukan posisi dan peranan historisnya.
Substansi agama seperti: nama, keimanan dan pengamalannya, ritus-ritusnya, doktrin-doktrin serta sistim teologisnya telah ada dalam wahyu dan diterangkan serta dicontohkan oleh Nabi. Ketika ia muncul dalam pentas sejarah, Islam telah dewasa; sebagai sebuah sistim dan tidak memerlukan pengembangan. Ia hanya memerlukan penafsiran dan elaborasi yang merujuk kepada sumber yang permanen itu. Maka ciri pandangan hidup Islam adalah otentisitas dan finalitas. Maka apa yang di Barat disebut sebagai klasifikasi dan periodesiasi pemikiran,seperti periode klasik, pertengahan, modern dan postmodern tidak dikenal dalam pandangan hidup Islam; periodesasi itu sejatinya menggambarkan perubahan elemen-elemen mendasar dalam pandangan hidup dan sistim nilai mereka.
Keempat: Elemen-elemen pandangan hidup Islam terdiri utamanya dari konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep penciptaanNya, konsep psikologi manusia, konsep ilmu, konsep agama, konsep kebebasan, konsep nilai dan kebajikan, konsep kebahagiaan. Elemen-elemen mendasar yang konseptual inilah yang menentukan bentuk perubahan (change), perkembangan (development) dan kemajuan (progess) dalam Islam. Elemen-elemen dasar ini berperan sebagai tiang pemersatu yang meletakkan sistim makna, standar tata kehidupan dan nilai dalam suatu kesatuan sistim yang koheren dalam bentuk worldview.
Kelima : Pandangan hidup Islam memiliki elemen utama yang paling mendasar yaitu konsep tentang Tuhan. Konsep Tuhan dalam Islam adalah sentral dan tidak sama dengan konsep-konsep yang terdapat dalam tradisi keagamaan lain; seperti dalam tradisi filsafat Yunani dan Hellenisme; tradisi filsafat Barat, atau tradisi mistik Timur dan Barat sekaligus. Kesamaan-kesamaan beberapa elemen tentang konsep Tuhan antara Islam dan tradisi lain tidak dapat dibawa kepada kesimpulan adanya Satu Tuhan Universal, sebab sistim konseptualnya berbeda. Karena itu ide Transendent Unity of Religion adalah absurd.
Itulah ciri-ciri pandangan hidup atau worldview Islam yang tidak saja membedakan Islam dari agama, peradaban dan kebudayaan lain tapi juga membedakan metode berfikir dalam Islam dan metode berfikir pada kebudayaan lain.
Untuk lebih memahami worldview Islam akan dibahas teori kelahiran pandangan hidup secara umum dan pandangan hidup Islam, kemudian perannya dalam melahirkan tradisi intelektual Islam dan beberapa disiplin Ilmu dalam Islam. Proses munculnya pandangan hidup Menurut Professor Alparslan suatu worldview terbentuk dalam pikiran individu secara perlahan-lahan (in a gradual manner), bermula dari akumulasi konsep- konsep dan sikap mental yang dikembangkan oleh seseorang sepanjang hidupnya, sehingga akhirnya membentuk framework berfikir (mental framework) atau worldview.[10]
Secara epistemologis proses berfikir ini sama dengan cara kita mencari dan memperoleh ilmu, yaitu akumulasi pengetahuan a priori dan a posteriori.[11] Proses itu dapat dijelaskan sebagai berikut: ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang itu sudah tentu terdiri dari berbagai konsep dalam bentuk ide-ide, kepercayaan, aspirasi dan lain-lainyang kesemuanya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan terorganisasikan dalam suatu jaringan (network). Jaringan ini membentuk struktur berfikir yang koheren dan dapat disebut sebagai “achitectonic whole”,yaitu suatu keseluruhan yang saling berhubungan.
Maka dari itu pandang hidup seseorang itu terbentuk tidak lama setelah pengetahuan yang diperoleh dalam bentuk konsep-konsep itu membentuk suatu keseluruhan yang saling berhubungan.[12] Jaringan architektonik (architectonic network) ini kebanyakan terbentuk oleh pendidikan dan masyarakat, dan dalam kasus Islam dibentuk utamanya oleh agama.
<span style="font-size: 11pt; line-h
0 comments:
Post a Comment